Jaksa Menyapa, Kasi Penerangan Hukum Kejati Kepri Harap Tingkatkan Kesadaran Masyarakat Terhadap Bahaya TPPO

wahanaindonews.com, Tanjungpinang – Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri), Denny Anteng Prakoso, SH., MH., berkolaborasi dengan Penyiar Radio Onine 93 FM Tanjungpinang, Andra, dalam acara “Dialog Interaktif Jaksa Menyapa” yang disiarkan pada Kamis, 16 Mei 2024.

Acara ini mengangkat topik penting mengenai “Pencegahan Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)”.

Narasumber dalam acara ini adalah Koordinator Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Nurul Anwar, SH., MH., dan Kepala Seksi Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara, Abdul Malik, SH.

Dalam sesi pertama, Nurul Anwar menjelaskan tugas dan kewenangan Kejaksaan RI berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Tugas tersebut meliputi penuntutan, pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, dan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu.

Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau human trafficking merupakan kejahatan antar negara yang melanggar hak asasi manusia dan bertentangan dengan martabat kemanusiaan.

TPPO adalah kejahatan terorganisir yang semakin terstruktur dengan kemajuan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi. Landasan hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang merujuk pada Konvensi Palermo tahun 2000.

Modus operandi TPPO meliputi berbagai cara, seperti menjadikan korban asisten rumah tangga, duta seni/budaya, penipuan melalui program magang kerja ke luar negeri, dan lain-lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya TPPO termasuk budaya patriarki, kemiskinan, pendidikan rendah, dan terbatasnya lapangan pekerjaan. Proses TPPO biasanya melalui perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, dan penerimaan seseorang. Tujuannya adalah eksploitasi, seperti pelacuran, kerja paksa, perbudakan, dan pemanfaatan organ tubuh secara ilegal.

Abdul Malik menambahkan bahwa eksploitasi adalah tindakan mengambil keuntungan secara berlebihan tanpa tanggung jawab, yang merugikan pihak lain. Korban TPPO bisa berasal dari berbagai kalangan, termasuk perempuan, laki-laki, anak-anak, dan bayi. Pelaku TPPO juga berasal dari berbagai latar belakang, termasuk keluarga dekat, agen, sindikat perdagangan orang, dan oknum aparat pemerintah.

Menurut Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat menghitung kerugian materiil yang diderita korban TPPO berdasarkan kehilangan kekayaan atau penghasilan, biaya perawatan medis, dan kerugian lain akibat perdagangan orang.

Denny Anteng Prakoso menutup acara dengan harapan bahwa kegiatan “Jaksa Menyapa” dapat meningkatkan kesadaran masyarakat Kepulauan Riau terhadap bahaya TPPO dan pentingnya perlindungan bagi pekerja migran Indonesia.

“Pemerintah diharapkan membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penanganan TPPO, sesuai dengan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” ujarnya. (An)

Editor: Sar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *