Kasus PT Jiwasraya: Apa Saja Prinsip yang Dilanggar?

Opini1,173 views

wahanaindonews.com, Jakarta – Laporan keuangan merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk menilai kinerja dari suatu perusahaan karena melalui laporan keuangan, masyarakat dapat melihat dengan transparan terkait kondisi kesehatan dari suatu perusahaan.

Namun laporan keuangan tidak akan memiliki arti apabila tidak dibuat sesuai dengan kondisi nyata dari perusahaan tersebut, dan hal inilah yang dilakukan oleh PT Jiwasraya.

Lalu sebenarnya apa saja prinsip yang dilanggar oleh PT Jiwasraya dalam kasus ini? Mari kita lihat dari prinsip etika bisnis, terdapat beberapa prinsip yang dilanggar oleh PT Jiwasraya dalam kasus rekayasa laporan keuangannya.

Prinsip pertama yang dilanggar adalah prinsip bertanggung jawab, dapat dilihat dari kegagalan PT Jiwasraya untuk mempertanggungjawabkan laporan keuangan yang dipublikasikan kepada masyarakat.

Selanjutnya adalah prinsip kejujuran yang kondisi keuangannya sengaja ditutupi agar kinerja perusahaan terlihat baik-baik saja.

Terakhir adalah prinsip bertindak baik yang dapat dilihat dari kerugian besar yang diterima masyarakat dan para nasabah yang tidak dapat mencairkan asuransinya. Hal ini tentunya sangat merugikan bagi nasabah.

Selain melanggar prinsip etika bisnis, kasus rekayasa laporan keuangan yang dilakukan oleh PT Jiwasraya ini tentunya juga sudah melanggar berbagai prinsip Good Corporate Governance diantaranya; transparency, accountability, responsibility, independency dan fairness.

Transparansi, PT Jiwasraya melakukan window dressing pada laporan keuangannya sejak tahun 2006. Tetapi audit laporan keuangan PT Jiwasraya baru dilakukan pada tahun 2017 dan hasil audit membuktikan bahwa tidak terlaksananya prinsip transparansi.

Accountability atau akuntabilitas, perusahaan ini menggunakan uang yang didapatkan dari produk JS Saving Plan untuk diinvestasikan di saham saham yang tidak memiliki akuntabilitas, tidak memiliki fundamental yang baik, serta memiliki resiko yang sangat tinggi bagi PT Jiwasraya.

Responsibility atau tanggung jawab, PT Jiwasraya mengalami gagal bayar kepada nasabah JS Saving Plan yang dijanjikan dengan total Rp 802 miliar. Ini berarti mereka sudah mengabaikan tanggung jawab ke nasabah.

Independensi atau kemandirian, pada kasus PT Jiwasraya terlihat jelas bahwa perusahaan ini juga mengabaikan prinsip independensi karena dari 13 perusahaan manajer investasi yang terlibat diduga didalamnya terdapat kepentingan pribadi baik dari pihak manajemen PT Jiwasraya maupun dari pihak lainnya.

Fairness atau keadilan, PT Jiwasraya tidak berperilaku adil untuk memenuhi hak para stakeholder berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui kedua belah pihak dan peraturan undang-undang.

Lantas apa saja dampak yang ditimbulkan oleh kasus ini? Dengan adanya kasus gagal bayar tersebut, dampak internal perusahaan PT Jiwasraya diharuskan untuk melakukan restrukturisasi karena keadaan keuangan PT Jiwasraya yang dinilai sudah tidak mendukung lagi apabila dipaksakan untuk tetap beroperasi dan mempertanggung jawabkan klaim nasabah. Setelah proses restrukturisasi selesai, PT Jiwasraya akan digantikan sepenuhnya oleh IFG Life.

Beberapa karyawan dari PT Jiwasraya juga terpaksa untuk diberhentikan secara sepihak tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu dan terdapat karyawan yang dimutasi tanpa melalui prosedur yang baik.

Menurut saya, PT Jiwasraya memberikan dampak yang cukup jelas untuk industri keuangan. Setelah terjadinya kasus PT Jiwasraya, para investor menilai bahwa investasi saham sangat berisiko sehingga terdapat banyak investor yang mengalihkan portofolio investasi mereka dari saham menjadi obligasi. Peralihan tersebut menyebabkan nilai IHSG dan transaksi di pasar modal mengalami penurunan.

Melihat luasnya skala dari kasus PT Jiwasraya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpendapat bahwa kasus ini berpotensi untuk memberikan dampak perekonomian yang lebih besar. Selanjutnya, pihak eksternal perusahaan yang paling terdampak dengan adanya kasus ini tentunya adalah nasabah dari PT Jiwasraya yang menjadi terbengkalai dan tidak ada nasib yang jelas.

Dengan demikian, benang merah dari kasus ini adalah PT Jiwasraya melakukan pelanggaran etika bisnis yang mengarah kepada tindakan ketidakjujuran serta tidak bertanggung jawab sehingga merugikan para stakeholder yang dimilikinya.

PT Jiwasraya sebagai perusahaan asuransi yang dipercayai oleh nasabah untuk mengelola uang mereka diamanahkan untuk berlaku jujur, hati-hati, bertanggung jawab, serta transparan.

Kasus ini juga memberikan contoh bahwa prinsip Good Corporate Governance perlu diterapkan pada suatu perusahaan. Dari kasus ini, pemerintah harus lebih tegas mengenai keterbukaan informasi pada perusahaan perusahaan BUMN yang ada di Indonesia.

Saya menyarankan bagi perusahaan untuk lebih selektif dalam memilih seorang pemimpin sehingga dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki fungsi pengawasan dan pengaturan atas kegiatan jasa keuangan seharusnya bertindak lebih awal terhadap kasus PT Jiwasraya ini.

Sangat disayangkan butuh waktu lebih dari sepuluh tahun dan kerugian bagi negara sebanyak Rp 16,8 miliar hingga akhirnya kasus ini bisa mendapat perhatian dan keadilan.

Tulisan ini hasil diskusi kelompok Claudia Fransisca Imanuel, Fae Hanifa, dan Nafa Rizkya, mahasiswa Jurusan Administrasi Niaga, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *