Samosir, WahanaIndoNews.Com – Jadwal kedatangan Raja Belanda Willem-Alexander ke Sumatera Utara, mengalami perubahan. Rombongan Raja sebelumnya dijadwalkan datang Jumat (13/3/2020), namun kabar terakhir menyebutkan jadwal itu dipercepat satu hari.
Dilansir dari TribunMedan.Com, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir, Dumos Pandiangan, mengatakan jadwal kunjungan Raja Belanda ke kawasan Danau Toba berubah menjadi hari Kamis (12/3/2020).
“Tanggal kunjungan ke Danau Toba diubah jadi tanggal 12 Maret dari sebelumnya yang direncanakan Jumat 13 Maret,” kata Dumos Pandiangan di Samosir, Selasa (10/3/2020).
Sejauh ini, kata Dumos, Pemkab Samosir telah siap menyambut kedatangan kepala negara yang pernah punya jejak kelam di Indonesia, termasuk Tanah Batak itu.
Menurut Dumos, daerah yang dikunjungi tidak berubah lagi, yakni Eco Village Silimalombu di Kecamatan Onanrunggu, Kabupaten Samosir, yang dikelola Ratnauli Gultom.
Informasi yang diterima Dumos dari Kedubes Belanda, Raja Willem-Alexander tidak menginap di Danau Toba.
Setiba di Bandara Sisingamangaraja XII di Silangit Tapanuli Utara, Raja Belanda beserta rombongan bergerak menuju Balige.
Selanjutnya menyeberang dari Balige ke Exo Village Silimalombu, Samosir.
Dalam kunjungan ini, Raja Belanda akan didampingi Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama.
“Mereka bersama Menko Maritim dan Menpar,” ujar Dumos.
Setelah berkunjung ke Silimalombu, Raja Belanda bertolak ke Parapat untuk makan malam. Setelah itu, akan langsung berangkat ke Bandara Kualanamu.
Terkait pengamanan, kata Dumos, akan ditangani langsung oleh Paspampres dan Kedutaan Belanda.
“Media lokal dibatasi, karena sudah dibawa dari Jakarta,” ujarnya.
Terkait kesiapan, Dumos mengaku telah mengecek Eco Village Silimalombu. “Persiapan sudah oke. Karena memang cuma satu lokasi yang di Silmalombu,” tambah Dumos.
Kabag Ops Polres Samosir Kompol Bernad Naibaho mengatakan, sudah menyiapkan 120 personel untuk membantu pengamanan di Samosir.
Seluruh personel disiagakan di Silimalombu sebelum dan sesudah kedatangan rombongan Raja Belanda.
“Karena satu yang dikunjungi, dan personel terlibat 120 orang. Mereka dari Balige menyeberang naik kapal ke Silimlombu dan personel siaga di sana,” ujar Bernad.
Ditambahkannya, 120 personel tersebut belum termasuk dari Kodim 0210 TU. Bila digabung diperkirakan mencapai 200-an personel, selain Paspampres.
Kolase foto Raja Belanda Willem Alexander tiba di Indonesia, Selasa (10/3/2020) (Tribun Medan)
“Kembalikan Benda-benda Pusaka Orang Batak”
Sementara itu, terkait kunjungan Raja Belanda William Alexander ke Danau Toba khususnya Kabupaten Samosir dan Toba, mendapat tanggapan dari sejumlah pemuda.
“Kita sebagai warga Samosir tentu menyambut baik rencana kunjungan itu, apalagi memang tamu kenegaraan. Tapi, ya sejarah tak boleh kita lupakan bagaimana dulu sakitnya leluhur Bangsa Indonesia, termasuk leluhur orang Batak saat membebaskan Tanah Batak ini dari cengkeraman bangsa penjajah,” ujar Jhonri Gultom (26) di Samosir.
Jhonri Gultom berpendapat sebaiknya Pemda Samosir dan Toba harus berinisiatif memanfaatkan kesempatan ini agar Pemerintah Belanda merevitalisasi perkampungan-perkampungan yang pernah dibakar Belanda dan tatanan sosial yang pernah dirusak bisa dikembalikan.
“Ya tentu, Pemkab juga harus bijak serta tidak melupakan sejarah dan harus memanfaatkan kesempatan ini bagaimana supaya Raja Belanda memperbaiki kampung-kampung Batak yang pernah dibakar termasuk sistem kedaulatan orang Batak yang dirusak,” ujar Jhonri yang merupakan anggota Forum Raja Sisingamangaraja XII ini.
Tanggapan serupa disampaikan pemuda yang gencar memberi edukasi sejarah dan budaya Batak, Sahat Gurning.
Momen kedatangan Raja Belanda, menurut Sahat, sebaiknya dimanfaatkan pemerintah dan kepala-kepala daerah kawasan Danau Toba untuk meminta Belanda memperbaiki kerusakan yang pernah ada di Tanah Batak akibat penjajahan.
Selain itu, kiranya Raja Belanda dapat mengembalikan benda-benda pusaka yang dirampas Belanda dari Tanah Batak.
“Niat baik kita terima. Tapi tidak mungkin bisa menghilangkan luka sejarah dan perombakan tatanan asli serta persoalan yang timbul dan berevolusi sesudahnya sampai saat ini. Sebaiknya Belanda minta maaf dan memperbaiki kembali yang telah mereka rusak dan kembalikan semua benda-benda pusaka Batak yang disimpan di Negeri Belanda,” kata Sahat.
Sahat menyampaikan, terkhusus untuk keluarga besar Raja Sisingamangaraja XII dan pengikutnya, perlu ada rekonsiliasi khusus.
“Itupun kalau berterima para keluarga korban penjajahan. Sejarah dan luka yang pernah ada pada Bangsa Batak tercatat dalam sejarah,” ujar Sahat. (tmc/jun)