Batam. WahanaIndoNews.Com – Warga nelayan didaerah pesisir Pelabuhan Gundap sangat menyesalkan adanya kegiatan penimbunan kawasan mangrove di Tanjung Gundap, Kelurahan Tembesi Kecamatam Sagulung, Batam Provinsi Kepulauan Riau. Kabarnya, akibat penimbunan tersebut, sumber mata pencaharian nelayan sekitar hancur total.
Menurut informasi yang dirangkum www.wahanaindonews.com dan investigasi Jumat (04/09/2020), Diduga terjadinya pencemaran laut akibat adanya penimbunan wilayah mangrove atau hutan bakau Tanjung Gundap oleh PT Bullindo Baya selaku pemilik proyek.
Pelaksanaan proyek penimbunan lahan bakau tersebut, kabarnya sudah berlangsung sejak sebulan yang lalu. Mereka sering berhenti kerja karena hujan terus sering turun.
Salah seorang warga sekitar yang mengaku benama Adi dan bekerja sehari-hari mencari nafkah sebagai nelayan kepada www.wahanaindonews.com mengatakan, bahwa saat ini dirinya dan kawan-kawannya sangat kesulitan dapatkan udang dan kepiting sejak adanya proyek penimbunan wilayah bakau. “Kami sangat kesal kibat penimbunan lahan itu pak. Sekarang ini kami mau nelayan kelaut pun sudah susah mencari udang dan mencari kepiting apa lagi ikan disini tidak ada lagi yang kita dapat”, ujar Adi dengan nada sedih.
Menurur Adi, kesulitan nelayan mendapat ikan, Udang dan Kepiting itu akibat dari pencemaran air dan bauksit masuk ke laut. sehingga mengakibatkban air lautnya keruh. “Ini pengaruh pencemaran air genangan dari tanah boxitnya masuk kelaut ini, dampaknya air laut menjadi keruh,” ungkap Adi.
Padahal ujar Adi menceritakan, dirinya dan kawan-kawannya itu wajib turun kelaut. untuk memenuhi kebutuhan hidup.
“Kita nelayan ini harus wajib turun ke laut, karena mata pencarian kita dari laut pak, untuk menafkahi keluarga, kalau begini terus kondisinya, kita mau makan apa lagi sama keluarga”, ucapnya adi.
Dulu, ujar Adi lagi, jika mereka melaut dan mencari udang dan kepiting pasti dapat lumayan. Untuk jenis udang rata-rata dapat 8 kg dan kepiting 10 kg. Kini, sejak dimulainya penimbunan wilayah bakau, untuk dapatkan 1 kg saja sangat sulit.
“Biasanya, sebelum ditimbun lahan bakau itu, kita mudah dapat udang dan kepiting. Dan dulu, asal kita turun kelaut kalau satu harinya kita masih bisa dapat 8 kilo gram udang dilaut sini, apa lagi kalau kepiting kita masih bisa dapat sekitar 10 kilo gram. Kini sejak ada penimbunan lahan itu, pak, waduh,! kita ga bisa dapat seperti dulu lagi, ini aja tadi saya turun kelaut dapatnya kosong, untuk hanya 1 kg udang aja sudah tidak bisa dapat lagi dilaut, pak.” ungkapnya”
Untuk saat ini, Adi hanya merasa pasrah selaku masyarakat kecil. Adi hanya berharap kepada pemerintah dan penegak hukum agar bertindak. “kami hanya pasrah sslaku masyarakat kecil dam berharap kepada pemerintah dan penegak hukum menindak pekerjaan mereka disana pak, biar kami bisa cari ikan lagi,” Uujar Adi
Sementara, Salah seorang tokoh masyarakat yang mengaku bernama. Fir kepada www.wahanaindonews.com mengatakan bahwa hingga saat ini lahan mangrove itu belum diperbolehkan untuk dijadikan kawasan industri, apalagi menimbun hutan bakau. Karena hutan bakau itu, katanya masih tergolong hutan lindung. Dan hal itu pernah ditanyakan ke bagian pertanahan BP Batam.
“Sepengetahuan kita sampai saat ini, bahwa lahan disini belum dibolehkan untuk Kawasan industri apa lagi penimbunan Bakau Magrove untuk didaerah kita ini, masih Hutan Lindung (HL) belom dibebaskan karena kita sudah pernah tanyakan kebagian pertahanan BP Batam tepatnya dilantai dua pak, kata Fir,”
Fir menceritakan, dulu juga sudah pernah dikerjakan tapi lahan itu sempat diberhentikan entah pihak dari mana, kalau ijin mereka sekarang Fir mengaku tidak tahu.
Ditempat terpisah, Bos pekerja proyek lahan bakau disana yang mengaku bernama Toni Peng, kepada www.wahanaindonews.com mengatakan, bahwa pihaknya berani bekerja karena telah mengantongi ijin dari BP Batam.
“Kita punya ijin dari pihak BP Batam, pak” , kalau tidak ada ijin lahan kita dari mana kita bisa mengerjakan lahan disini, lahan kita juga jelas kok, pak” lahan kita bukan hutan lindung, atau lahan bakau dan reklamasi”, ujar Toni Peng.
Namun, ketika dicecar pertanyaan lebih lanjut tentang legalitas proyek dan Amdal pekerjaan tersebut. Toni Peng sepertinya mengelak, dengan alasan agar menanyakan langsung kepihak BP Batam.
“Kalau tak percaya coba aja langsung tanyakan sama BP Batam disana,’ apa lahan kami ini tak ada ijin, ujar Toni Peng, kepada awak media saat di hubungi melalui whatsaApnya, dan kemudian toni peng juga langsung memblokir no wa nya +62 812-7759-xxxx
Sayangnya, Pihak BP Batam ketika ketika dikonfirmasi melalui WA terkait legalitas lahan dan ijin proyek lahan di kawasan mangrove. Hingga berita ini tayang, BP Batam belum bersedia memberikan keterangan secara resmi.
( tim )